Berbagi Sekilas Tentang Kurikulum Berperspektif Gender

Oleh: Sofia Kartika*

Pertama mendengar kabar dari Twitter tentang aksiguru.org ini, pertanyaan yang langsung muncul adalah apakah dalam aksiguru ini juga dieksplorasi pengalaman guru dalam mengembangkan kurikulum yang berperspektif gender? Atau mungkin pengalaman untuk menanamkan nilai-nilai kesetaraan dalam proses belajar-mengajar.

Mengapa saya langsung teringat dengan kurikulum yang berperspektif gender? Ini terkait dengan pengalaman saya ketika mendokumentasikan pencapaian pelaksanaan pengarusutamaan gender di beberapa daerah di Indonesia. Salah satunya adalah Provinsi Jawa Tengah yang telah melakukan inisiasi di beberapa kabupaten untuk melakukan pengintegrasian perspektif gender dalam kurikulum pembelajaran, meskipun sifatnya masih lokal.

Bagaimana kurikulum berperspektif gender itu? Tentu kita masih ingat dulu pelajaran Bahasa Indonesia dengan Ini Budi dan Ini Wati, Ibu Budi pergi ke pasar dan Ayah Budi pergi ke kantor. Kalimat ini cenderung mengarahkan stereotype dan membentuk konstruksi sosial bahwa perempuan berurusan dengan domestik (pasar) dan laki-laki berurusan dengan publik (kantor). Padahal ini jaman kesetaraan. Sekarang kalimat diatas bisa menjadi Ibu pergi ke kantor atau Ayah menemani Budi dan Wati belajar.

Sekilas info saja bahwa Departemen Pendidikan telah berkomitmen dalam melaksanakan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan melalui Permendiknas nomor 84 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Bidang Pendidikan, yang salah satu upayanya dapat diterjemahkan dengan mengembangkan kurikulum atau bahan ajar yang berperspektif gender.

Gambar diambil dari Scientific American

Saya tidak hendak bercerita panjang, hanya ingin berbagi terkait dengan kurikulum berperspektif gender tadi, saya selalu teringat dengan cerita salah satu guru di Jawa Tengah tentang bagaimana guru-guru mencoba untuk mengekplorasi isu gender dalam kurikulum.

Tercatat Dari modul yang dikembangkan bersama, ada beberapa pelajaran setingkat menengah pertama yang berhasil diintegrasikan materinya dengan isu gender, yaitu: PKN (dimasukkannya materi hak asasi manusia di dalamnya, seperti CEDAW-Konvensi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan ), Bahasa Indonesia (melalui jenis-jenis bahan ajar untuk memasukkan isu gender seperti kalimat-dengan menekankan pada pola relasi dalam bentuk poster, puisi, maupun kliping), IPS (sejarah termasuk di dalamnya gerakan perempuan, ekonomi), dan pengembangan diri serta materi pendidikan lainnya misalkan yang dikembangkan dengan Bimbingan Konseling tentang anti kekerasan yang biasanya diberikan pada masa orientasi sekolah serta pendidikan kesehatan dan jasmani tentang kesehatan reproduksi.

Dengan diintegrasikannya pengarusutamaan gender dalam program-program Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah, adalah guru-guru di Kabupaten/Kota merasa diuntungkan dengan bertambahnya pengetahuan mengenai isu gender serta makin kreatif dalam mengembangkan alat peraga sebagai bahan ajar, yang berdampak pada tingkat pengetahuan dan serapan murid. Begitu cerita yang saya dapatkan ketika melakukan perjalanan ke Jawa Tengah tentang kurikulum berperspektif gender.

Apakah ibu dan bapak guru juga pernah dan telah melakukan hal yang sama? Saya senang sekali jika ibu dan bapak berkenan berbagi informasinya disini.

Terimakasih.

Sofia Kartika

*) Penulis adalah gender and development enthusiast dan pemilik ayokesini.com

Satu komentar untuk “Berbagi Sekilas Tentang Kurikulum Berperspektif Gender”

  1. Abdul Karim says:

    wah ternyata masalah ini masih ada ya?

Tinggalkan komentar