Oleh: Dani Wahyudi, S.Pd*
“Apa kamu gak bisa dibilangin?, Cuma buat PR aja gak bisa?, Apa kamu bisa diam selagi saya mengajar? Setiap saya mengajar kamu selelu bolos, kemana aja? Apaaaa……? Kamu lompat pagar lagi? Kamu tawuran lagi?”
Sebagai guru mungkin kata – kata itu selalu meluncur dengan mudahnya dari bibir kita. Kita anggap kata – kata itu sudah biasa ditujukan untuk murid yang nakal, bandel, badung atau apa ajalah untuk anak – anak yang gak bisa menurut atau sesuai dengan apa yang kita harapkan. Bahkan yang paling parah lagi kita bisa memberi stempel akhir pada anak dengan karakteristik seperti diatas sebagai anak yang gak bakal sukses dimasa depan.
Selama ini yang terjadi dilapangan adalah kita sebagai guru merasa apa yang kita lakukaan sudah benar bagi murid kita. Kita selalu memberi standar murid yang baik dengan kriteria – kriteria versi kita sendiri. Anak yang baik itu seperti : penurut, tidak membuat hal yang aneh – aneh pada jam belajar, pendiam, rajin, pinter, punya prestasi dibidang ilmu pengetahuan, dan standart baik lainnya. Sedangkan standart anak yang bandel / nakal seperti, suka buat keributan baik di kelas maupun diluar kelas, suka bolos, bodoh karena gak pernah belajar dan asik bermain, gak bisa dibilangin dan lain sebagainnya.
Yang perlu kita ingat adalah murid kita berada pada fase remaja dimana rasa egonya mulai muncul, rasa ingin dianggap ada mulai dinampakkan. Masa remaja merupakan masa dimana mereka merasa hidup ini harus diisi dengan kegembiaraan, kesenangan, dan keceriaan. Coba beri kesempatan mereka menemukan dunianya tanpa adanya gangguan – gangguan yang dapat menyebabkan putusnya mata rantai proses kehidupan.
Andai kita mau merenung lebih dalam, kita akan menemukan bahwa tingkah laku murid kita yang beragam yang kita anggap aneh dan tidak sesuai dengan standart yang kita buat, tidak lain dan tidak bukan merupakan upaya diri murid kita untuk mengembangkan diri. Saat murid kita nakal / bandel tak lain sebenarnya ia ingin menunjukkan ” potensi yang ada” dalam dirinya. Anda tak perlu melarang, memarahi, atau memvonisnya dengan kata – kata ” anak bandel, tukang buat onar” atau vonis lain yang bisa menyudutkannya. Tetapi yang perlu anda lakukan adalah mengarahkan, membimbing, sehingga dengan potensi atau kecenderungan – kecenderungan tersebut anak bisa tumbuh dan berkembang.
Sama seperti manusia pada umumnya, remaja mempunyai naluri atau kecenderungan seperti : rasa ingin tahu, rasa ingin mempertahankan diri, keinginan untuk menyusun dan mengurai sesuatu, ingin menonjol / terkenal, dan lain sebagainya. Diantara perbuatan / tingkah laku yang dilakukan murid kita yang tampak berbahaya, tak berguna, mengganggu rekannya, sebenarnya amat bermanfaat. Sayangnya banyak diantara kita para guru / pendidik kurang mengetahui gejolak jiwa remaja, terkadang kita malah egois dan selalu menuntut murid kita untuk diam, tenang bahkan kita terkadang menuruti bisikan hati untuk menetapkan bahwa hal yang dilakukan murid kita merupakan hal yang tak wajar dilakukan sebagai murid, walaupun terkadang hal yang dilakukannya hanya sekedar ribut dikelas.
Lalu, bagaimanakah mengatasi “murid bandel”?. Tindakan pertama yang bisa anda lakukan dan yang paling mudah adalah dengan menghapus persepsi / standar antara anak baik dan anak bandel yang telah anda buat. Sehingga kita tidak melihat murid dan menilainya melalui persepsi / standar yang telah kita buat, melainkan memandangnya secara keseluruhan. Sehingga kita semua para guru tidak terpusat kepada seharusnya yang kita ajarkan dikelas sesuai dengan bidang studi kita, tetapi lebih kepada apa yang bisa dikerjakan oleh murid. Dengan begitu kita akan menemukan banyak hal yang perlu kita kembangkan. Kita akan melihat bahwa kenakalan murid kita sangat perlu, sebab dengan kenakalannya itu menunjukkan daya pikirnya hidup dan ingin berkembang bebas sesuai harapan dan cita – cita yang tinggi. Disinilah murid nakal itu sebenarnya memiliki banyak potensi dan segala kecenderungan yang barangkali apabila kita arahkan dengan baik kelak mampu membawanya pada prestasi yang tinggi.
Guru tidak perlu melarang dan menekan muridnya, sebab yang diperlukan murid adalah motovasi atau pengarahan anda. Bimbinglah murid untuk kreatif dan terbiasa mengambil inisiatif konstruktif. Jangan terlalu mudah melarang keinginan murid, sejauh aktifitas tersebut tidak membahayakan jiwanya. Sebab murid dimasa remaja dengan ragam keinginan yang menggebu merupakan salah satu manifestasi kreatifitas dan inovasi anak. Namun suatu hal yang tak kalah pentingnya dan sangat berguna bagi guru adalah hindari Larangan tanpa solusi, untuk membentuk serta membangun diri anak adalah melarangnya dan memberikan alternative solusi. Bila anak termasuk kategori kurang cerdas, pandai – pandailah mencari potensi yang berpeluang untuk ditumbuhkembangkan sehingga bisa mencapai prestasi optimal. Dengan demikian, guru dapat membimbing anak mencapai prestasi meskipun murid kita bukanlah murid yang berbakat.
Kewajiban para guru dan bekerja sama dengan orang tua untuk berusaha membelokkan, mengangkat dan meningkatkan naluri yang tampak berbahaya ke arah lain yang mampu bernilai positif. Itulah yang lebih baik dan bijaksana. Sebagai contoh, anak yang suka berantem, kita bisa arahkan anak tersebut untuk memasuki / menyalurkan bakatnya pada salah satu cabang olah raga, misalnya : silat, karate, kungfu atau perkumpulan oah raga lainnya yang sekiranya bisa menampung bakat yang dimilikinya. Contoh lain, misalnya murid yang biasa membuat ricuh dikelas, kita bisa mengarahkannya pada kegiatan kepemimpinan, kegiatan kemasyarakatan yang sekiranya bisa menyalurkan bakat berbicaranya, keikutsertaannya pada lomba pidato, lomba bercerita yang sekiranya mampu membuatnya diakui.
Peneliti asal Turki, Kagitcibasi, pernah meneliti 20.403 Orang tua di seluruh Dunia termasuk Indonesia, khususnya suku Jawa dan Sunda. Prosentase ibu – ibu dan bapak – bapak yang mengharapkan anaknya menjadi anak yang penurut adalah sebagai berikut : Ibu Jawa 88%, Ibu Sunda 81%, Bapak Jawa 85% dan Bapak Sunda 76%. Melihat data ini, tampaknya kita perlu mengubah orientasi dalam mendidik anak. Kita tidak perlu lagi memaksa apa yang sebaiknya berkembang pada mereka tetapi memberi kesempatan, mendorong, bahkan jika memungkinkan memfasilitasi kecenderungan – kecenderungan yang ada pada diri mereka agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Dan untuk para guru agar lebih jeli dalam melirik bakat anak, serta mengkoreksi apakah metode belajar yang telah kita terapkan sudah benar, karena peserta didik yang kita didik tiap harinya terus berkembang, berubah dan mempunyai pola yang tidak sama. Maka metode dan strategi mengajar kita juga berkembang sesuai dengan peserta didik, agar diperoleh generasi yang tangguh dan sanggup berkompetisi.
*Penulis adalah staf pendidik di SMA Graha Kirana dan Penerima Dana CSF 2009
January 20th, 2010 at 6:39 pm
betul apa yang anda katakan meskipun anak itu nakal tapi dia pasti memiliki potensi tersendiri yang mungkin mereka sendiri tidak sadari tetapi sebagai seorang guru juga tidak boleh asal menilai positif dan negatif seorang murid hanya dari melihat tingkah lakunya sebaiknya guru itu melihat sisi lain dari keburukan itu, sekalipun murid itu sering terlambat atau ceroboh seharusnya seorang guru itu tidak perlu memarahi muridnya karena semakin murid itu dimarahi semakin murid itu merasa guru itu bersikap sentimen atau egois
September 28th, 2011 at 9:12 am
pak.. saya mau tanya. bagaimana jika anak itu bandal dan selalu ribut. kalau kita tidak memarahi anak tersebut tidak mau belajar dan ingin main selalu.
October 3rd, 2011 at 4:15 pm
Coba dikasih dia tanggung jawab, sehingga dengan adanya tanggung jawab yg diberikan bisa merasakan bagaimana kalau ada orang yang tidak patuh sehingga dia bisa belajar dari situasi tersebut dan menjadi tidak ribut dikelas semoga berhasil. terima kasih
October 4th, 2011 at 12:25 am
pak,,,saya adalah guru muda,,pengalaman mengajar saya belum banyak, dan saya mengalami masalah di sekolah anak murid yang bandel dan paliiiiiing ribut. dan saya orang nya gak bisa marah,,,,jdi gimana caranya menangani masalah ini tanpa memarahi murid,,dan murid mau mengikuti proses belajar pada jam pelajaran. apalagi saya guru matematika,,,yg kebanyakan murid saya sangat muak sekali dengan matematika,,,trims sarannya pak,
September 20th, 2012 at 9:45 am
sebuah pencerahan membaca artikel anda. mohon ijin mengkopi untuk saya sebarkan pada teman-teman guru di sini. makaciii