Team teaching adalah usaha bersama dua guru atau lebih untuk mengajar suatu kelompok yang sama, bisa dalam waktu yang bersamaan atau terpisah. Teaching in team, teaming in teach. Intinya adalah kerjasama, bukan bekerja bersama alias bekerja sendiri-sendiri.
Kita (kita? saya, maksudnya) masih sering membagi tugas dan mengotakkan tanggung jawab untuk kemudian masing-masing melipir di wilayahnya sendiri. Bekerja bersama. “Eloe eloe, gue gue. Kalau ditanya bagian itu, kamu yang jawab. Kalau tentang ini, aku yang jawab.” Jika ditanya silang, saya tidak mengerti apa yang dia lakukan, dia tidak bisa menjawab permasalahan saya. Bukan team teaching kalau begini namanya.
Team teaching bagai pisau bermata dua. Ia dapat menjadi sinergi dan mengeluarkan yang terbaik dari pihak-pihak yang terlibat, memberikan hasil yang jauh lebih baik daripada kerja masing-masing digabungkan. Singkatnya 1 + 1 bisa lebih dari 3, 10, 30 atau tak terbatas. Apalagi jika didukung dengan daya eksplorasi yang baik terhadap siswa didiknya. Bukan lagi kemandirian yang, tapi interdependensi. Kemandirian yang saling mendukung dan mengukuhkan.
Di sisi lain, team teaching dapat mengeluarkan yang terburuk dari keduanya. Dan lebih buruk lagi, sisi buruk keduanya ternyatakan di depan murid. Ketika pengotakan terjadi secara kasar, murid dapat melihat bahwa antara guru satu dengan lainnya, walau di bidang studi yang sama, ada penguasaan yang berbeda dan dan ketidakacuhan yang kentara. “Oh kalau tentang topik A tanya sama bu Anu.” Lho? Murid-murid paling hanya bertukar pandang. Tapi citra telah terbentuk di kepalanya: guru ini tidak kompeten.
TENTUNYA, jika kompetensi dan penguasaan yang dimiliki oleh setiap anggota tim pengajar sama, hal seperti ini dapat dihindari. Alih-alih terlihat tidak menguasai, murid dapat diarahkan bahwa setiap orang memiliki bidang keahlian dan kesukaan. Saya bisa kimia fisik, tapi saya lebih suka kimia organik. Jadi kalau sudah masuk penjelajahan kimia organik, saya yang ‘turun tangan’. Misalnya.
Selain masalah penguasaan, gaya mengajar juga dapat dibanding-bandingkan oleh murid. Ini dapat dilihat sebagai kekurangan ataupun kelebihan. Kekurangannya adalah murid dapat memilih guru favoritnya. Ia cenderung ke B, jadi di jam pelajaran A diam saja. “Nanti saja tanya sama B, menjelaskannya lebih enak.” Atau jika ketegasan peraturan keduanya berbeda. “Enakan sama bu A, kalau terlambat masuk kelas tidak apa-apa. Cabut juga ngga diapa-apain.”
Di lain sisi, perbedaan gaya mengajar dapat menjadi ladang bersaing dalam pembelajaran guru. Ketimbang menjadi ‘musuhan’, seharusnya ini menjadi kesempatan untuk belajar dari orang lain. Malu harus dikesampingkan. Jaim tak banyak gunanya dalam mengembangkan diri.
Team teaching dapat digunakan sebagai sarana pelatihan perencanaan dan manajemen, membuka pikiran, kreativitas, imajinasi dan kemauan untuk membuka diri dan merasa malu. Walau dapat diselewengkan menjadi ajang ‘ngeles bersama’ alias mengelak dari hal-hal yang tidak dikuasai, kesempatan untuk mengalihkan tanggungjawab ketimbang berusaha memperbaiki kompetensi.
Yang paling utama dalam bekerjasama selalu 2 hal: komunikasi dan kemauan belajar. Jika komunikasi baik namun kemauan belajar nihil, ya tak ada perbaikan. Sekadar tahu sama tahu saja. Jika kemauan belajar tinggi namun komunikasi tidak lancar, yang ada nantinya ketimpangan, saling tindih dan kurang kompak. Satu ke kiri, yang lainnya ke kanan. Sama-sama dengan cara yang kreatif, a la masing-masing.
March 24th, 2010 at 8:12 am
wah bagus bu,… saya aja belum mampu tuh hehhhee,… moga-moga dengan membaca artikel ini makin mampu berbuat lebih
May 7th, 2010 at 7:43 am
betul sekali, dan lagi keberhasilan pendidikan merupakan citra guru. ayo mari kita kerjasama team.
thank’s