ANTARA CITRA DAN PROFESIONALIMSME GURU

OLEH : MUNAWIR

GURU : SMAN 8 BEKASI


Untuk meningkatkan mutu pendidikan secara formal aspek guru mempunyai peranan penting dalam mewujudkannya, disamping aspek lainnya seperti sarana/prasarana, kurikulum, siswa, manajemen, dan pengadaan buku. Guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan, sebab inti dari kegiatan pendidikan adalah belajar mengajar yang memerlukan peran dari guru di dalamnya.

Berdasarkan hasil studi di negara-negara berkembang, guru memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa (36%), selanjutnya manajemen (23%), waktu belajar (22%), dan sarana fisik (19%). Aspek yang berkaitan dengan guru adalah menyangkut citra/mutu guru dan kesejahteraan

Citra/mutu guru saat ini sering didengung-dengungkan dan dibicarakan orang baik yang pro dan kontra dan semakin lama citra guru semakin terpuruk. Masyarakat sering mengeluh dan menuding guru tidak mampu mengajar manakala putra-putrinya memperoleh nilai rendah, rangkingnya merosot, atau NUN-nya anjlok. Akhirnya sebagian orang tua mengikut sertakan putra/putrinya untuk kursus, privat atau bimbingan belajar. Pihak dunia kerja ikut memprotes guru karena kualitas lulusan yang diterimanya tidak sesuai keinginan dunia kerja. Belum lagi mengenai kenakalan dan dekadensi moral para pelajar yang belakangan semakin marak saja, hal ini sering dipersepsikan bahwa guru gagal dalam mendidik anak bangsa.

Rendahnya mutu guru menurut J. Sudarminta (2000) amtara lain tampak dari gejala-gejala berikut : (1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; (2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan lapangan yang diajarkan; (3) kurang efektifnya cara pengajaran; (4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; (4) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; (6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap dalam cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; (7) relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru. Sementara itu Nana Sudjana (2000) menjelaskan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru disebabkan oleh faktor berikut : (1) adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan; (2) kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; (3) banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya, sehingga wibawa guru semakin merosot. Sedang Muhibbin Syah (2000) menyorot rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme guru. Penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran masih berada di bawah standar.

Oleh karena itu usaha untuk meningkatkan mutu/citra guru salah satu komponen yang berperan adalah meningkatkan profesional guru yang bercirikan : menguasai tugas, peran dan kompetensinya, mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesinya, dan menganut paradigma belajar bukan saja di kelas tetapi juga bagi dirinya sendiri melakukan pendidikan berkelanjutan sepanjang masa.

Di dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat telah dikembangakan konsep Next Century School (NCS) sebagai berikut : (i) guru sebagai pelatih yang mendorong siswanya untuk mau meningkatkan prestasinya, guru tidak selalu lebih pintar dari siswa. Guru bersama-sama siswa berupaya keras untuk meningkatkan prestasi siswa. Mereka merupakan team work yang padu, (ii) Sebagai konselor, sebagai sahabat siswa yang menjadi tempat mendiskusikan berbagai masalah kehidupan, bersama-sama mencari solusi. Guru dapat menjadi teladan atau idola siswa; (iii) guru menjadi manajer belajar, artinya bersama-sama dengan siswa mencari pengaturan yang optimal untuk mengelola waktu belajar. Dengan singkat dapat disampaikan bahwa hubungan antara guru dengan siswa tidak dibatasi oleh ruang kelas, di pasar, dilapangan, di perpustakaan, di tempat rekreasi dan lain-lain. Hal inilah yang akan menciptakan suasana yang kondusif yang didasarkan hubungan harmonis antara guru dengan siswa (Indra Djati Sidi, 2000). Dengan demikian proses penuingkatan mutu guru ditekankan pada proses berkelanjutan melalui pemberdayaan diri sendiri.

Sejalan dengan kehidupan yang serba materialisme dan konsumerisme yang membudaya dikalangan kita maka berdampak pula terhadap citra guru. Guru yang penghasilannya pas-pasan membuat masyarakat kurang menghargai profesinya. Guru terpaksa harus mencari penghasilan tambahan seperti mengojek, menghonor di sekolah lain, memberi les/privat dan lain-lain yang menyebabkan guru kurang persiapan dalam mengajar dan mengajar apa adanya. Turunnya semangat guru tidak terlepas dari kesejahteraan saat ini. Misalnya kasus manipulasi NUN oleh oknum guru di beberapa daerah, hanyalah untuk mendapatkan imbalan yang tidak seberapa besarnya.

Guru yang profesional tidak hanya tahu akan tugas, peranan dan kompetensinya namun juga dapat melaksanakan apa-apa yang menjadi tugas dan peranannya, dan selalu meningkatkan kompetensinya agar tercapai kondisi proses belajar mengajar yang efektif dan tercapai tujuan belajar secara optimal. Guru yang profesional selalu belajar dan belajar untuk mengembangkan profesinya.

Sebagai guru yang baik dengan tingkat kesejahteraan yang masih rendah maka seharusnya tidak usah berkeluh kesah, dan menurunkan semangat kerja. Sebagai orang-orang yang berpendidikan seharusnya guru dapat mengatasi persoalan ekonomi baik secara individual maupun secara kooperatif. Guru membekali dirinya dengan kemampuan untuk berwirausaha. Kita syah-syah saja mencari penghasilan tambahan, sebagaimana dokter yang penghasilannya lebih besar dari guru, masih ngobyek untuk menambah penghasilannya, asal tidak meninggalkan kewajiban utamanya sebagai pendidik. Guru tidak boleh mengorbankan peserta didik karena sedang ada kesibukan yang lain sedang ada kegiatan bisnis. Kewajiban utama tetap dikedepankan, baru sisa waktu (waktu luang) untuk kerja sambilan. Sebab jika guru terlalu berorientasi pada upaya penumpukan materi (kekayaan) dikhawatirkan akan melalaikan fungsi guru sebagai pendidik.

Kekhawatiran akan fungsi guru bukan lagi pendidik telah telah terbukti, akhir-akhir ini jumlah tenaga guru semakin sedikit, sebaliknya jumlah pengajar terus membengkak. Menurut Menteri Pendidikan Nasional dalam sambutan pelantikan rektor Universitas Surabaya (Unesa) di Surabaya mengatakan : Indonesia saat ini minus tenaga guru, yang banyak adalah tenaga pengajar. Dia bekerja per jam, dan setiap jam minta bayaran, Guru menurut Malik Fadjar, lebih dari sekedar pengajar. Guru merupakan pusat teladan dan panutan. Guru punya pengaruh terhadap siswanya . Jika demikian apakah ada jaminan jika kesejahteraan guru ditingkatkan maka mutu guru menjadi baik ?.

Secara sendiri-sendiri guru diharapkan mempunyai pola hidup sederhana dan menggali bakat dan kemampuan yang bisa digunakan membuka usaha kecil/ usaha sampingan seperti membuka warung di rumah, menulis buku, memberikan les/kursus, membuka reparasi elektronik, membuka wartel/warnet dan lain sebagainya. Secara bersama-sama guru dapat : (1) mengembangkan koperasi guru dan karyawan. Koperasi saat ini dan sampai kapanpun masih relevan membantu perekonomian masyarakat kecil termasuk guru; (2) mengembangkan unit produksi (unit usaha) sekolah sebagaimana dikembangkan seperti kantin sekolah. Banyak usaha yang bisa digarap dan diusahakan dengan menggunakan fasilitas sekolah seoptimal mungkin. Asal dikelola dengan baik dan profesional, maka keuntungan unit produksi (unit usaha) sekolah akan membantu perekonomian guru; (3) meningkatkan peran masyarakat dan pemerintah kota/daerah dalam pembiayaan pendidikan baik melalui Komite Sekolah, alumni, dunia usaha dan pihak lain yang perduli dengan pendidikan dimana sebagian alokasi dana diperuntukkan bagi kesejahteraan guru.

5 komentar to “ANTARA CITRA DAN PROFESIONALIMSME GURU”

  1. ary widi kristiani says:

    setuju, guru kreatif, inovatif, proaktif, integreted dapat menjamin hasil pendidikan, namun kebanyakan guru seperti ini terhambat karena sistem managent. Mudah-mudahan guru yang mengalami keterhambatan ini tidak patah arang, terus semangat memajukan anak-anak bangsa yang haus akan keteladanan dan guru yang mampu menjadi teman mengembangkan dan menemukan jati dirinya. salam edukasi.




  2. Thotok Kasmanto says:

    Katakan dalam hati nurani paling dalam :

    1. Jujurkah hati nurani kita, dalam banyak hal ?
    2. Adilkah kita dalam semua hal ?
    *). Kalau itu saja, belum terjawab dengan jelas, jangan tanyakan kedepan seperti apa Guru itu.

    “Sungguh bijak kalau kita mau menghargai/memberi apresiasi positip apapun yang dilakukan Guru dalam kebaikan pada siswa/siswinya, walaupun hanya setitik harapan.”

    Jakarta 20 Oktober 2011

    by_Kasmanto.




  3. CSF says:

    Terima kasih pak Thotok Kasmanto




  4. MI.Dewi Nugraheno says:

    SANGAT SETUJU DGN APA YANG TELAH BPK PAPARKAN. jIKA SELAMA INI SELALU DI HUBUNGKAN ANTARA PROFESIONALITAS SEORANG GURU DNG KESEJAHTERAAN YAG DI TERIMA , SEJUJURNYA HANYALAH SALAH SATU FAKTOR SAJA , YG PALING KRUSOIAL ADALAH KESIAPAN BATIN DAN PANGGILAN HATI UNTUK MENJADI PENDIDIK BARU SETELAH ITU MENGAJAR….. tampak jelas meskipun guru tsb telah tersertifikasi ketika tidak ada jiwa seorang pendidik maka segala cara dan upaya yg kurang elegant dilakukan untuk mendapatkan kuota sertifikasi tsb. jadi…… jika tampak!!!!! ada kecurangan dalam pemberkasan sertifikasi ya di cabut saja! itulah TIKUS pendidikan yng merusak anak bangsa dan bangsa ini sendiri




  5. CSF says:

    SETUJU IBU DEWI, PERLU KESIAPAN BATIN DAN PANGGILAN HATI UNTUK MENJADI PENDIDIK




Tinggalkan balasan