DILEMATIS CITRA GURU DAN MUTU PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh : USMANI HARYONO, SPd

SMA : Trimurti Surabaya

Ketika Kota Hiroshima dan Nagasakhi dibom atom, kaisar Jepang mengajukan satu pertanyaan kepada Perdana Menteri “ berapa jumlah Guru yang masih ada ?”. Pertanyaan Sang Kaisar ini menurut telinga orang Indonesia mungkin dianggap pertanyaan yang tidak masuk akal. Jika orang Indonesia yang bertanya, pasti pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seperti ini. “Berapa jumlah korban yang meninggal, luka berat, luka ringan, yang sudah ditemukan dan sebagainya dan sebagainya. Sebenarnya hal yang ditanyakan Sang Kaisar sebuah pertanyaan yang mendasar dan mengandung filosofi yang tinggi bagi masa depan bangsa Jepang. Kaisar berkeyakinan bahwa untuk membangun masa depan Jepang sangat diperlukan Guru. Gurulah yang diyakini Kaisar Jepang sebagai agent of change masa depan Bangsa . Dan hasilnya seperti yang kita lihat sekarang Negara Batu bara putih ini menjadi negara maju hampir di semua bidang kehidupan.

Prolog di atas mari kita gunakan untuk mencermati, bagaimana pendidikan di negara tercinta ini. Sampai hari ini pendidikan bangsa Indonesia masih tertinggal dengan negara tetangga ASEAN seperti Singapura dan Malaysia. Mengapa demikian ?, salah satu faktor yang mempunyai andil besar dalam dunia pendidikan yang sampai sekarang belum mendapat citra sebagaimana mestinya yaitu faktor Guru. Citra Guru di negara Indonesia belum baik secara sosial, ekonomi dan karier. Profesi guru belum banyak menjanjikan sehingga para lulusan SMA yang mengambil program studi keguruan dan ilmu pendidikan mereka yang memiliki kemampuan akademis marginal ke bawah. Sementara itu Pemerintah berkemauan keras untuk memajukan mutu pendidikan nasional dengan cara setiap tahun mematok nilai standar minimal kelulusan UNAS. Pada tahun ajaran 2009-2010 ini nilai standar minimal lulus UNAS dipatok sebesar 5,50. Dan di tahun mendatang standar ini akan ditingkatkan lagi. Meningkatkan mutu pendidikan nasional tidak sekedar menaikkan nilai standar kelulusan UNAS. Tetapi yang lebih urgen bagaimana memperbaiki sistem pendidikan nasional yang didalamnya terdiri dari beberapa elemen penting. Seperti kurikulum, Guru, bahan ajar, sistem penilaian dan sebagainya. Apabila pemerintah berkomitmen terhadap pendidikan di tanah air harusnya pemerintah belajar dari Jepang bagaimana mereka menempatkan profesi guru secara proporsional juga seperti yang terjadi di negeri Jiran, guru merupakan profesi yang bergengsi dan termasuk kelompok menengah atas. Dalam pewayangan tokoh guru sering disebut ”Sang Maha Guru” atau ”Bethoro Guru” yang menjadi pemimpin para Dewa di negeri Kayangan. Semua Dewa tunduk dan patuh kepada Bethoro Guru.

Dari beberapa elemen pendidikan di atas, elemen guru adalah elemen yang sangat penting, apalagi dengan kurikulum KTSP, guru berwenang menyusun silabus, bahan ajar, standar kompetensi, sistem penilaian dan sebagainya secara otonomi sekolah. Oleh karena itu memajukan pendidikan nasional harus diikuti dengan memperbaiki citra guru secara nasional pula. Selama citra guru tidak mendapat perbaikan dari pemerintah, upaya memajukan pendidikan nasional akan menjadi sebuah dilematis belaka.

Upaya penting yang harus dilaksanakan pemerintah yang tidak lagi bisa ditawar yaitu bagaimana memperbaiki citra guru di negeri ini. Dan alhamdulillah, sejak orde refromasi yang bergulir tahun 1998 pemerintah telah membuat langkah-langkah nyata antara lain;

a. menetapkan anggaran pendidikan dari total APBN pertahun

20% harus alokasikan untuk pendidikan. Walaupun sampai

tahun 2007 ini yang real baru mencapai 10 % sampai 15%.

b. melaksanakan program sertifikasi guru secara bertahap dan

berkelanjutan.

c. memberi tunjangan profesionalisme guru sebagaimana diatur

dalam UU tentang Guru dan Dosen.

Diharapkan langkah pemerintah ini harus disambut positif oleh seluruh lapisan masyarakat. Bagian dari elemen masyarakat yang telah ikut peduli terhadap dunia pendidikan yaitu program CSF (Citi Success Fund ) yang didanai oleh Citi Foundation yang bekerjasama dengan Yayasan Hope Indonesia. Program CSF dapat memotivasi para guru untuk semakin berkreasi, berinovasi dalam pembelajaran, dan membuat ide-ide cemerlang untuk pelatihan yang menarik bagi para siswa serta mampuh mewujudkan citra guru yang semakin positif , seperti yang telah diterapkan di negeri matahari terbit. Memperbaiki citra guru, berarti memberi jasa kepada para pahlawan tanpa tanda jasa. Bangsa yang mampu memperbaiki citra guru berarti bangsa yang cinta dan menghargai pendidikan. Bangsa yang cinta dan menghargai pendidikan berarti bangsa yang akan meraih sukses di masa depan.

6 komentar to “DILEMATIS CITRA GURU DAN MUTU PENDIDIKAN NASIONAL”

  1. budies says:

    betul pak, bangsa ini masih setengah-setengah dalam menghargai pendidikan, termasuk kita guru-guru-nya juga sdemiikian
    salam dari kalimantan tengah




  2. Maria Rosalia says:

    Profesi guru tidak cukup dihargai dengan lagu Hymne Guru yang membuat bulu kuduk merinding, atau tidak bijak bila profil guru diidentikkan dengan so sok Oemar Bakri yang culun, apalagi dengan sosok guru yang ditayangkan di iklan atau sinetron yang menggambarkan guru yang lemah, galak dan jadi bahan tertawaan.
    Guru Indonesia….mari kita buktikan bahwa kita memiliki profesi yang mulia, luhur dan bermartabat, tunjukkan dengan daya kreasi dan inovasi yang kompetitif karna guru adalah pemahat negeri Nusantara……




  3. ary widi kristiani says:

    Pengamatan dan pengalaman saya, banyak yang sebenarnya sudah baik, namun yang sebagai kepanjangan tangan kadang-kadang kurang profesional dalam menjalankan tuntutan profesi. Ada banyak SDM yang potensi tidak di beri ruang untuk maju, hal kedua parameter penilaian di lapangan dijumpai dengan standar ganda, ketiga , modal kejujuran merupakan syarat utama SDM. Saya percaya jika setiap guru terpanggil mengabdi tulus iklas saya sangat nyakin Allah melengkapi dengan banyak hal untuk pengembangan (profesionalisme, kompetensi sosial, personal, dan akademik).




  4. Burhanuddn says:

    Trims.
    Selamat Berjuang Para Guru Indonesia




  5. Thotok Kasmanto says:

    Katakan dalam hati nurani paling dalam :

    1. Jujurkah hati nurani kita, dalam banyak hal ?
    2. Adilkah kita dalam semua hal ?
    *). Kalau itu saja, belum terjawab dengan jelas, jangan tanyakan kedepan seperti apa Guru itu.

    “Sungguh bijak kalau kita mau menghargai/memberi apresiasi positip apapun yang dilakukan Guru dalam kebaikan pada siswa/siswinya, walaupun hanya setitik harapan.”

    Jakarta 20 Oktober 2011

    by_Kasmanto.




  6. mailisa marini says:

    waaah guru geografiku iniiiii :)




Tinggalkan balasan